Minggu, 17 Juli 2016

Ketika Semaunya Belum Tuntas

Malang, Juli 2016.
Ketika semuanya belum tuntas.

Assalammualaikum wr wb.

Tulisan ini dibuat di tengah-tengah 'kegalauan' mengerjakan skripsi, semata-mata untuk menghilangkan kebosanan (stuck in the moment, ketika saya bingung mau nulis apa lagi di skripsi saya). Menulis adalah passion saya, dan nyatanya jari jemari ini lebih lancar dan lugas menulis bebas apa saja yang ada di otak dibandingkan menulis skripsi.

Well, sebenarnya saya sudah punya tiga postingan di blog saya sendiri yang dibuat tahun 2010. Tapi karena saya tidak tahu harus login bagaimana supaya bisa di edit, ya sudahlah, saya buat yang baru saja (lagian tulisan yang dulu alay banget). Eh wait.. dari tadi saya bilang 'saya' ya? Too formal, isn't it? Ok, I'll change, pakai 'aku' saja ya.. ;)

Bismillahirrahamanirrahiim...

Let me write down... ini just sharing saja kok.

Berbicara tentang tahun 2016, di awal tahun pasti semua orang membuat resolusi. Meskipun ini sudah pertengahan 2016, tidak apa-apa ya masih membicarakan resolusi. Banyak sekali resolusi yang ingin dicapai setiap memasuki tahun yang baru. For example, mungkin ini yang paling mainstream, yakni "menjadi pribadi yang lebih baik", atau mungkin yang paling banyak dipanjatkan "ingin menikah tahun ini", dan harapan para pelajar kelas 6, 9, dan 12, "LULUS 100%", itu sudah pasti. Bukan hanya mereka saja, para mahasiswa tingkat akhir seperti aku pun berdoa demikian, tapi sedikit sangsi kalau ada embel-embel 100%. Tahu kan kenapa? Ya, karena para mahasiswa satu jurusan tidak mungkin lulus bareng di waktu yang sama. Ada yang cepat, sedang, dan lambat.

Nah, that's the point
Yang dimaksud lulus cepat adalah mereka yang secepat-cepatnya lulus 3,5 tahun (7 semester, dihitung sampai dia kompre/ujian skripsi). Lulus dengan predikat sedang adalah mereka yang sudah ujian skripsi di semester 8, selambat-lambatnya 3,9 tahun atau pas 4 tahun. Nah, bagaimana dengan mereka yang lebih dari itu? Yah, sudah pasti masuk kategori lambat (sambil nunjuk diri sendiri).

Bagi yang merasa senasib denganku, pasti nyambung banget dengan tulisan ini. :)
Kalau ditanya "Kenapa kok ngga lulus pas 4 tahun?", banyak versi jawaban yang bisa dilontarkan, tergantung pada masalah skripsi masing-masing. Kalau aku sendiri, jika ditanya demikian, jawaban real nya adalah "Karena proposalnya belum selesai."
Menyedihkan ya? :( 
Satu semester yang dijalani di semester 8 digunakan untuk membuat proposal saja. Hmmm... But it's the reality. Realitanya memang begitu. Sedihnya lagi, semester ini sudah berani ambil skripsinya 6 SKS, dan pastinya aku harus mengurusi surat pernyataan perpanjangan skripsi, lalu KRS-an lagi, ambil semester 9 yang isinya mata kuliah 'skripsi 6 SKS'. Apalagi jika menyaksikan teman-teman lain sudah ujian skripsi pakai almamater keluar ruang sidang dengan berlinang air mata bahagia sudah officially sarjana, lalu kita mengucapkan selamat, kasih dia bouquet bunga, selempang, atau semacamnya. Semakin menyedihkan bukan? Ok, mari kita ambil napas dalam-dalam, hembuskan perlahan sambil mengucap: Astaghfirullahadziiim. Jika sudah agak tenang, mari lanjut membaca.

Sekarang solusinya bagaimana?

Yang pertama, muhasabah. Ambil wudhu, lalu tempatkan diri di suatu tempat yang nyaman, kalau aku biasanya di masjid atau di musholla rumah. Duduk yang nyaman, menghadap kiblat, tundukkan kepala. Ucapkan istighfar sebanyak-banyaknya, pasti nanti nangis. Nangis disini kita betul-betul bercermin pada diri sendiri, sebenarnya siapa diri kita, apa yang membuat seperti ini, ingat dosa, sampai kesedihan kita tumpah. Di sini kita mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, yang punya semesta, yang satu-satunya bisa membantu kita keluar dari kesulitan.

Yang kedua, masih tentang pendekatan kepada Allah SWT, membaca Al-Quran dengan khidmat. Kalau aku sangat suka dengan surat Al-Waqiah, Ar-Rahman, Al-Mulk, dan Al-Kahf, tapi semua surat itu penting, jadi dibaca semuanya. Bacalah!!!
Dari semua surat Al-Quran, memang bagiku Al-Waqiah yang istimewa. Ada kejadian yang mengingatkanku, tentang keajaiban Al-Waqiah, dan itu aku alami sendiri. Jadi, semasa aku kelas 12, aku tulis surat Al-Waqiah di buku catatan kecil, setiap pagi aku baca dan coba hafalkan selama perjalanan ke sekolah diantar ayah, serta aku berhenti sejenak setiap perjalanan menuju sekolah, menyisihkan sebagian uang jajanku aku kasih ke kotak amal pembangunan sebuah masjid di daerah Kebalen Malang. Lalu apa hasilnya? Ya, alhamdulillah aku dilancarkan ujian nasional dan masuk Universitas Brawijaya tanpa tes, tanpa hambatan apa pun, dapat beasiswa pula. Itu keajaibannya. Lalu sekarang, kenapa aku merasa sulit, back to point one, muhasabah. Mungkin aku terlalu terlena dengan uang jajan beasiswa, dan kurang me-manage waktu dengan baik, dan aku jarang membaca Al-Waqiah lagi. Itu sebab kesulitannya, dan sekarang aku terus membangun lagi koneksi dengan Allah, bismillah. Jadi, intinya, Al-Quran, baca, dan sering dengarkan murottal. Itu semua benar-benar bisa membuat hati tenang.

Yang ketiga, ingat orang tua. Bagi kalian yang menjadi anak sulung, selamat, kita sama. Tanggung jawab menjadi anak sulung boleh dibilang berat, karena harus jadi pioneer, teladan buat adik-adik, bukan hanya adik kandung, adik sepupu juga. Ingat orang tua yang perjuangannya luar biasa buat kita. Apalagi bagi yang sedang merantau. Masa' kita masih seperti ini? Ayah dan ibu berangkat kerja pagi pulang malam demi siapa? Demi kita. Yang membahagiakan orang tua kita ada tiga hal utama, saat kita lahir, saat kita lulus, dan saat kita menikah. Buat orang tua bangga punya anak seperti kita.

Yang keempat, take action. Nah, ini dia yang belum ter-camkan di diri aku. Masih terlalu berat melangkah. Di kampus jika ketemu dengan teman yang sudah lulus, dan tanya-tanya tentang skripsiku, rasanya ingin nangis. Ya sih agak berlebihan, tapi ya memang seperti itu. Well, mari kita sama-sama melangkah. Teman lain yang sudah lulus adalah cambuk bagi kita. Cari positifnya, mereka punya effort yang lebih dari kita, mereka tidak santai. Yang perlu ditanamkan adalah semangat. Sekali lagi, se-ma-ngat!!! Tidak boleh malu, tidak boleh takut, apalagi ke dosen pembimbing. Selalu baca doa sebelum tatap muka dengan dospem, pasang wajah tersenyum dan melangkah dengan percaya diri. Ada Allah, semua beres, yakin.

Yang kelima, yang paling berat, istiqamah. Saat kita memulai sesuatu, menjalani sesuatu, ada ke-istiqamah-an yang dipertanyakan di dalamnya. Poin ini hanya kita yang bisa menghadapinya, dari batin kita. Maka dari itu, harus selalu ada Allah di hati kita, supaya setan tidak menguasai kita sehingga kita malas. Mari kita bangkit, keep istiqamah. Ingat sekali lagi, ada Allah. Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.

Nah, demikian yang bisa aku tulis. Semoga bermanfaat, terlebih jika ada yang terinspirasi supaya kita bisa sama-sama memulai langkah yang lebih baik.
Mulai sekarang, mari kita mulai melangkah menjadi orang yang lebih. Lebih apa? Lebih taat, lebih percaya diri, lebih berusaha, lebih semangat, lebih tangguh, lebih yakin, dan semua itu nantinya membawa kita menjadi lebih baik. Ingat, ada Allah. Allah dulu, Allah lagi, Allah terus, yakin, semua beres.

Wassalammualaikum wr wb.

Sincerely,
Amalia Shinta Dewi